Sabtu, 03 Desember 2011



PERKEMBANGAN KEBIJAKAN ANGKUTAN UDARA
Pembangunan sektor transportasi diarahkan pada terwujudnya sistem transportasi nasional yang handal, berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efektif dan efesien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang serta jasa, mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah dan peningkatan hubungan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara.

Jaringan transportasi dapat dibentuk oleh moda transportasi yang terlibat. Masing-masing moda transportasi memiliki karakteristik teknis yang berbeda dan  pemanfaatannya disesuaikan dengan kondisi geografis daerah layanan.

Moda transportasi udara mempunyai karakteristik kecepatan yang tinggi dan dapat melakukan penetrasi sampai keseluruh wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh moda transportasi lain.

Perkembangan industri angkutan udara nasional, Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis wilayah yang ada sebagai suatu negara kepulauan. Oleh karena itu, Angkutan udara mempunyai peranan penting dalam memperkokoh kehidupan berpolitik, pengembangan ekonomi, sosial budaya dan keamanan & pertahanan.

Merupakan bagian dari subsistem transportasi udara, kebijakan umum angkutan udara diarahkan untuk mewujudkan terselenggaranya angkutan udara secara selamat, aman, cepat, efisien, teratur, nyaman, dan mampu berperan dalam rangka menunjang dan mendukung sektor- sektor pembangunan lainnya.

Perkembangan Pengaturan Kegiatan Angkutan Udara Dalam Negeri
Sampai dengan tahun 1990 kebijakan investasi dibidang angkutan udara sifatnya tertutup dan memberikan peluang yang terbatas terhadap para pengusaha. Kondisi ini dikarenakan pemerintah menerapkan dalam pemberian ijin penerbangan untuk angkutan udara niaga selama kurun waktu 5 tahun. Sedangkan untuk melayani penerbangan domestik dan internasional diperlukan waktu 16 tahun bagi perusahaan angkutan udara untuk dapat beroperasi.

Pada saat itu dibatasi hanya terdapat 6 perusahaan penerbangan yang memiliki peluang untuk beroperasi, dimana daerah operasi, rute dan kapasitas diatur sangat ketat . Serta ditetapkannya kebijakan tarif tunggal yang memberikan kelonggaran terhadap perusahaan angkutan udara untuk menetapkan tarif lebih rendah 15% sampai dengan 20%, kecuali PT. Garuda Indonesia.

Sedangkan sejak era 1990 sampai dengan era 1999, dimana pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi, perkembangan angkutan udara dalam negeri sangat terpuruk. Permintaan jasa angkutan udara sangat menurun drastis. Pemerintah berupaya merangsang usaha angkutan udara dan memacu pertumbuhan penumpang. Diantaranya dengan menerbitkan Keputusan Menteri Perhubungan No.127 Tahun 1990. Selanjutnya pada tahun 2001, Menteri Perhubungan menerbitkan Keputusan  Menteri No. 11 Tahun 2001 yang merubah secara signifikan kebijakan nasional tentang industri angkutan udara. Dengan keputusan tersebut pemerintah merubah jenjang tahapan pemberian ijin yang diterbitkan untuk kegiatan angkutan udara niaga, yang meliputi daerah operasi, rute dan pengaturan kapasitas yang semakin terbuka. Namun demikian, kebijakan tariff tunggal tetap berlaku dengan mekanisme yang baru dimana mekanisme tersebut terbagi kedalam dua kategori yaitu pesawat jenis jet   dan non jet dimana Pemerintah menetapkan tarif dasar dan asosiasi penerbangan (INACA) menetapkan tarif jarak.
Pada tahun 1999, pemerintah menetapkan kebijakan dasar biaya tariff dasar untuk penerbangan berjadwal, sedangkan INACA sebagai wakil dari perusahaan angkutan udara menetapkan tariff jarak.
Sedangkan pada tahun 2001, tragedi peristiwa pemboman WTC pada tanggal 9 Nopember 2001 cukup mempengaruhi perkembangan dunia penerbangan serta kondisi di Indonesia.  Peristiwa tersebut secara tidal langsung menjadi titik balik perkembangan industri angkutan udara nasional. Pada saat itu banyak pesawat udara yang tidak dioperasikan oleh perusahaan Amerika dan Eropa karena kondisi yang sulit. Melihat kondisi yang ada, pemerintah mulai merelaksasi kebijakan dalam proses pengadaan (import) armada yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan nasional
Pada tahun 2002 terjadi perubahan kebijakan pertarifan yaitu pemerintah hanya menetapkan tarif dasar dan tarif jarak sehingga wewenang asosiasi penerbangan dalam hal ini INACA dicabut.


Perkembangan Pengaturan Kegiatan Angkutan Udara Luar Negeri
Pada era tahun 1945 – 1970 kegiatan penerbangan internasional oleh perusahaan nasional hanya dilakukan oleh perusahaan penerbangan milik negara yaitu PT. Garuda Indonesia dan PT. Merpati Nusantara. Pemerintah menerapkan kebijakan penunjukkan perusahaan penerbangan (designeted airlines) yang bersifat tunggal (single designated) dimana PT. Garuda Indonesia ditunjuk untuk melayani penerbangan internasional jarak jauh (long haul) sedangkan PT. Merpati Nusantara untuk jarak dekat (regional flight)
Kebijakan prinsip dasar dalam pelaksanaan perjanjian udara relatif tidak mengalami perubahan sampai sekarang masih menganut prinsip resiprocal (timbal balik) dan cabotage (perusahaan penerbangan asing tidak dapat melakukan penerbangan domestik di wilayah Indonesia). Pada era tersebut pengaturan kapasitas pada penerbangan internasional kurang fleksibel.
Untuk pengaturan tarif masih bersifat proteksi dengan kebijakan tarif double approval, dimana perusahaan angkutan udara yang ditunjuk dari Indonesia dan negara mitra melakukan kesepakatan tarif sesuai dengan kebijakan IATA dan selanjutnya kesepakatan tarif tersebut harus mendapat persetujuan dari pejabat penerbangan sipil kedua negara tersebut. Dimana tanpa adanya kesepakatan, tariff tersebut tidak dapat ditetapkan secara sepihak oleh kedua perusahaan penerbangan yang telah ditunjuk.
Sedangkan sejak era 1990 sampai dengan era 1999 perkembangan dunia penerbangan mengalami sedikit perubahan pada kebijakan penunjukkan perusahaan angkutan udara menjadi multi designated airline. Perubahan kebijakan ini memberi peluang swasta berpartisipasi dalam mengembangkan industri angkutan udara nasional.
Adapun kebijakan pelaksanaan rute untuk penerbangan long houl adalah PT. Garuda Indonesia sedangkan untuk rute regional untuk PT. Merpati Nusantara dan perusahaan swasta lainnya, untuk pengaturan kapasitas telah mengalami perubahan dari yang bersifat protektif menjadi cukup fleksibel.
Mulai era tahun 1999 sampai 2005, banyak terjadi peristiwa buruk yang menimpa dunia dan juga Indonesia sebagai contoh peristiwa pemboman WTC pada tanggal 9/11/2001 dan pada tahun 2002 terjadi kejadian pemboman Bali I serta peristiwa Bom Bali II pada tahun 2005, peristiwa – peristiwa tersebut cukup mempengaruhi perkembangan dunia penerbangan ke arah penurunan permintaan. Hal  tersebut, mendorong pemerintah untuk melakukan  pengetatan peraturan terkait dengan keselamatan dan keamanan penerbangan. Disamping itu, Pemerintah juga melakukan kebijakan relaksasi dan perubahan kebijakan angkutan udara dimana pengaturan rute lebih mendorong swasta untuk dapat lebih berperan dalam melakukan penerbangan internasional. Rute relatif dibuka dan lebih bebas sepanjang masih terdapat right (hak angkut) yang belum digunakan. Penentuan kapasitas hak angkut lebih fleksible didasarkan atas jumlah tempat duduk. Sedangkan pada masalah tarif kebijakan, mekanisme tariff yang diterapkan yaitu Double Disapproval (dimana tarif dapat ditetapkan meskipun hanya satu negara anggota yang menyetujui) dalam rangka meningkatkan pariwisata dan perdagangan. 
KEBIJAKAN ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI DAN KEPERINTISAN
>>Kebijakan Angkutan Udara Dalam Negeri :
Kebijakan angkutan dalam negeri diarahkan sebagai berikut :
1.           Rute penerbangan dalam negeri dapat menghubungkan dan menjangkau seluruh wilayah Republik Indonesia yang terdiri dari rute utama, rute pengumpan dan rute perintis.
2.            Memperhatikan aspek pemerataan pelayanan di seluruh wilayah, dengan menerapkan prinsip subsidi silang (keseimbangan rute) yaitu perusahaan penerbangan selain menerbangi rute sangat padat dan padat juga menerbangi rute kurang padat dan tidak padat
3.          Menerapkan Multi Airlines System dimana satu rute penerbangan dilayani lebih dari satu perusahaan penerbangan untuk menciptakan iklim usaha yang berkompetisi secara sehat dan kondusif
4.          Memperhatikan keterpaduan antar rute penerbangan dalam negeri atau rute penerbangan dalam negeri dengan rute penerbangan luar negeri
5.           Mendukung  iklim usaha terhadap Pemegang Ijin usaha kegiatan angkutan udara niaga dan bukan niaga, pada situasi tertentu, untuk dapat melayani rute – rute tertentu yang tidak dilayani oleh angkutan udara niaga berjadwal guna mendukung iklim usaha yang kondusif dan kegiatan penduduk setempat.
>>Kebijakan Persetujuan Terbang (Flight Approval) :
1.          Persetujuan Terbang (flight approval) merupakan persetujuan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara kepada pemegang izin usaha angkutan udara niaga atau pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga atau badan hukum/ perorangan asing berdasarkan izin khusus dari pemerintah atau perjanjian bilateral/ multilatera dalam rangka pengawasan kapasitas angkutan udara dan hak angkut (traffic rights).
2.           Sesuai dengan semangat otonomi daerah tentang pelimpahan wewenang kepada daerah, dimungkinkan persetujuan terbang (flight approval) diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Propinsi untuk pesawat di atas 30 tempat duduk, penerbangan dalam propinsi dan bersifat tidak berjadwal
3.          Persetujuan Terbang (flight approval) yang telah diberikan tidak membebaskan pemegang persetujuan terbang (flight approval) dari pelaksanaan setiap peraturan teknis operasi, keamanan dan keselamatan penerbangan.
>>Kebijakan Pengadaan Pesawat Terbang dan Halikopter :
Perusahaan angkutan udara yang telah memiliki izin usaha angkutan udara niaga baik berjadwal atau tidak berjadwal dan Instansi pemerintah, Badan Hukum Indonesia, Lembaga-lembaga tertentu atau perorangan WNI yang telah mendapatkan izin kegiatan angkutan bukan niaga dapat mengajukan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara permohonan pengadaan pesawat terbang dan helikopter. Pertimbangan pemberian izin pengadaan pesawat terbang dan helikopter apabila telah dipenuhinya persyaratkan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan  nomor KM 82 tahun 2004 dan Keputusan Menteri Perhubungan  nomor KM 5 tahun 2006. Disamping pertimbangan sesuai rencana operasi dan ekonomis, pengadaan pesawat yang akan dioperasikan di Indonesia memperhatikan pemenuhan standar kelaikan dan keselamatan penerbangan.
>>Kebijakan Keperintisan :
Angkutan udara perintis adalah angkutan udara niaga yang melayani jaringan dan rute penerbangan perintis secara berjadwal. Rute dapat dikatakan sebagai rute perintis apabila memenuhi kriteria :
1.          Menghubungkan daerah terpencil, dimana daerah tersebut tidak ada moda transportasi lain, dan/ atau kapasitas kurang memadai.
2.          Mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah terpencil, dimana daerah tersebut berpotensi untuk dikembangkan, menunjang program pengembangan dan pembangunan daerah, serta mendorong perkembangan sektor lainnya.
3.          Mewujudkan stabilitas pertahanan, dimana daerah tersebut berdekatan dengan wilayah perbatasan negara lain.
KEBIJAKAN ANGKUTAN UDARA LUAR NEGERI DAN HAJI
>>Kebijakan Angkutan Udara Luar Negeri :

Kebijakan angkutan udara luar negeri secara umum saat ini diarahkan sebagai berikut :
1.          Pertukaran hak angkut  dilakukan tanpa mengorbankan kepentingan nasional
2.          Kebijakan angkutan udara internasional dilakukan secara bertahap dan progresif  dengan memperhatikan perkembangan industri angkutan udara regional maupun global, dan tetap memperhatikan kepentingan dan kemampuan perusahaan angkutan udara nasional dalam bersaing di pasar internasional
3.           Liberalisasi hak-hak angkutan udara (traffic rights) dimulai dari kerjasama sub-regional seperti IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand-Growth Triangle) dan BIMP-EAGA (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipine-East ASEAN Growth Triangle)
4.          Evaluasi dan penerapan rute – rute penerbangan internasional didasarkan atas pertimbangan aspek komersial, politik dan memperhatikan keterkaitannya dengan rute domestik
5.          Memberikan kepastian  terhadap perusahaan penerbangan asing dalam  melaksanakan penerbangan langsung ke Daerah Tujuan Wisata di Indonesia.
6.          Mengoptimalkan pemanfaatan hak angkut yang dimiliki melalui kerjasama diantara perusahaan angkutan dalam negeri dengan perusahaan angkutan udara asing.
Implementasi dari kebijakan terkait parjanjian bilateral atau multilateral dalam hal perjanjian hubungan udara adalah sebagai berikut :
1.          Penetapan rute penerbangan bersifat fleksibel dan berdasarkan letak geografis, bukan market demand.
2.          Pengaturan frekuensi dan kapasitas berdasarkan asas resiprositas.
3.          Penetapan Penunjukan perusahaan penerbangan (designated airline) diarahkan pada multy designated sistem (dimana semua perusahaan penerbangan nasional mempunyai kesempatan yang sama untuk melayani semua rute penerbangan internacional).
4.          Penetapan 27 bandar udara internasional agar perusahaan penerbangan nasional atau asing memperoleh kemudahan akses penerbangan ke/dari luar negeri secara langsung.
5.         Penunjukan perusahaan angkutan udara berdasarkan kriteria “substancial ownership and effective control” yaitu perusahaan yang dapat ditunjuk sebagai designated airlines Indonesia adalah perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga negara atau badan hukum atau negara Indonesia.
6.          Pengaturan kapasitas, frekuensi dan rute  angkutan kargo dilakukan secara fleksible.
7.          Mendorong kerjasama antar perusahaan penerbangan dalam bentuk joint operation atau bilateral atau third party code sharing.
8.          Mekanisme penetapan tarif secara bertahap dan selektif mengarah pada Double Disapproval;
9.          Mendorong airlines asing untuk dapat mengembangkan pasar di wilayah Indonesia Timur melalui kerjasama dengan airline nasional;
10.     Charter Flights tetap diperlakukan sebagai supplement dari Scheduled Flights;
Indonesia telah menandatangani perjanjian angkutan udara dengan 71 negara, salah satu diantaranya berdasarkan pendekatan liberal.
>>Kebijakan Angkutan Haji :

1.          Penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia adalah merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab Pemerintah. Departemen Agama bertindak sebagai koordinator dan pengawas pelaksanaan kegiatan tersebut.
2.          Departemen agama menetapkan perusahaan  penerbangan dan spesifikasi pesawat yang akan mengangkut jemaah haji dari Indonesia menuju Arab Saudi atau sebaliknya melalui tender terbuka.
3.         Departemen Perhubungan mengevaluasi kelaikan pesawat yang telah ditetapkan untuk mengangkut jemaah haji.
4.          Pelaksanaan kegiatan penerbangan haji adalah penerbangan charter yang wajib memiliki persetujuan terbang (flight approval) dari Departemen Perhubungan
Perusahaan penerbangan yang melayani angkutan haji harus memiliki  landing permit dari Presidency of Civil Aviation, Kingdom Saudi Arabia dan “Hajj Control” untuk mendapatkan arrival times dan departure times (slot time) di Bandar Udara King Abdul Azis – Jeddah.
>>Angkutan Udara Dalam Negeri Untuk Jamaah Haji Indonesia :
1.           Angkutan jemaah haji dari daerah asal ke embarkasi haji atau sebaliknya dapat dilakukan oleh perusahaan penerbangan niaga berjadwal atau charter.
2.          Biaya angkutan udara dari daerah asal ke embarkasi atau sebaliknya adalah berdasarkan tarif angkutan udara domestik yang berlaku dan apabila merupakan penerbangan  charter berdasarkan atas kesepakatan para pihak.
3.           Perusahaan penerbangan dan pengelola bandara wajib memberikan kemudahan serta fasilitas yang diperlukan terhadap para calon jemaah haji

KEBIJAKAN KEPENGUSAHAAN DI BIDANG ANGKUTAN UDARA
>>Kegiatan Angkutan Udara Niaga :
1           Kegiatan angkutan udara niaga dapat dilakukan oleh :
- Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah yang berbentuk Perusahaan Perseroan Terbatas (Persero)
-  Badan Usaha Milik Swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas; atau
-  Koperasi yang memiliki status   sebagai Badan Hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
2       Persyaratan permohonan izin usaha angkutan udara niaga adalah sebagai berikut :
- memiliki akte pendirian perusahaan yang salah satu kegiatannya harus memuat usaha  angkutan udara niaga berjadwal dan atau angkutan udara niaga tidak berjadwal dan telah  mendapatkan pengesahan dari Menteri yang bertanggung jawab terhadap pengesahan akte pendirian perusahaan
- Layak ditinjau dari aspek ekonomi dan kemampuan secara finansial untuk dapat melakukan kegiatan angkutan udara niaga dengan menyampaikan studi kelayakan yang antara lain memuat aspek sebagai berikut :
  •  jenis dan jumlah pesawat udara yang akan dioperasikan
  • rute penerbangan, bagi pemohon kegiatan usaha angkutan udara niaga berjadwal, rencana daerah operasi bagi pemohon izin usaha angkutan udara niaga tidak berjadwal
  • aspek pemasaran
  • profile organisasi perusahaan dan sumber daya manusia meliputi teknisi dan awak pesawat udara
  • kesiapan dan kelayakan fasilitas untuk pengoperasian pesawat udara
  • analisis dan evaluasi dari aspek ekonomi dan finansial.
- memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK)
- Surat keterangan domisili.
3      Untuk dapat beroperasi pemohon  wajib memiliki Air Operator Certificate (AOC).
Dalam rangka penanaman modal asing, pemerintah memberikan  peluang untuk berusaha dibidang  usaha jasa angkutan udara niaga baik berjadwal dan atau tidak berjadwal melalui kerjasama joint venture dengan Badan Hukum Indonesia yang berbetuk Perseroan Terbatas (PT), dimana mayoritas kepemilikan saham berada pada warga negara indonesia dan atau perusahaan Indonesia.
>> Kegiatan Angkutan Udara Bukan Niaga :
1.      Kegiatan angkutan udara bukan niaga dapat dilakukan oleh :
  • instansi pemerintah
  • badan hukum Indonesia
  • lembaga tertentu; atau
  • perorangan (warga negara Indonesia)
2.    Persyaratan permohonan izin kegiatan angkutan udara bukan niaga adalah sebagai berikut :
  • Memiliki izin untuk melakukan kegiatan pokoknya dari instansi yang berwenang bagi pemohon yang berbentuk Badan Hukum Indonesia atau lembaga tertentu, dan tanda jati diri bagi pemohon perorangan.
  • Dinyatakan layak untuk melakukan kegiatan usaha angkutan udara bukan niaga dengan menyampaikan rencana kegiatan.
  • memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK).
  • Surat keterangan domisili.
3.         Untuk dapat beroperasi pemohon  wajib memiliki Air Operator Certificate (AOC).
>>Kebijakan Angkutan Udara Bagi Perusahaan Angkutan Udara Asing :

1.          Perusahaan angkutan udara asing sebelum melakukan penerbangan ke/dari Indonesia wajib memenuhi persyaratan yang dituangkan dalam peraturan keselamatan penerbangan sipil Indonesia nomor 129.
2.          Perusahaan angkutan udara asing hanya dapat melakukan jasa pelayanan ground handling sendiri.
3.          Kantor perwakilan dapat melakukan penjualan dan pemasaran jasa-jasa angkutan udara perusahaan angkutan udara asing.
>>Kebijakan Tenaga Asing Di Bidang Penerbangan :
1.         Direktorat Jenderal Perhubungan Udara terlebih dahulu memberikan rekomendasi kepada Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi terhadap perusahaan penerbangan asing dan dalam negeri dalam hal Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pendatang (RPTKA).
2.          Pemberian rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pendatang (RPTKA) hendaknya memperhatikan ketersedian sumber daya manusia di bidang penerbangan di Indonesia
3.           Untuk meningkatkan kemampuan dan memberdayakan tenaga kerja dalam negeri, perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing agar melaksanakan program pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja warga negara Indonesia yang telah ditunjuk atau dipersiapkan sebagai pengganti tenaga kerja warga negara asing pendatang (TKWNAP) yang dipekerjakan sesuai jabatannya.

KEBIJAKAN KEPENGUSAHAAN BANDAR UDARA 
>> Pengusahaan Jasa Di Bandar Udara :
1.          Fungsi bandar udara adalah menyediakan fasilitas yang diperlukan  bagi pesawat terbang yang mendarat dan tinggal landas serta aktivitas diantara keduanya apabila diperlukan dan juga sebagai pusat kegiatan ekonomi yang diharapkan dapat membiayai diri sendiri dan memberi kontribusi pendapatan terhadap pengelola bandar udara
2.          Pelayanan  Jasa Kebandarudaraan  pada Bandar udara umum dikelompokkan menjadi :
a.   Pelayanan Jasa Kegiatan Penerbangan.
  • Pelayanan Jasa Pendaratan Penempatan, dan Penyimanan Pesawat  Udara (PJP4U)
  • Pelayanan Penumpang Pesawat Udara (PJP2U)
  • Pelayanan Jasa  Penerbangan (PJP)
  • Pelayanan jasa Pemakaian Counter
  • Pelayanan Jasa Pemakaian Garbarata (Avio Bridge).
b.          Pelayanan Jasa kegiatan Penunjang Bandar Udara meliputi :
  • Pelayanan Jasa yang secara langsung menunjang kegiatan penerbangan.
  • Pelayanan jasa  yang secara langsung  atau tidak langsung  menunjang  kegiatan bandar udara.
3.         Pelaksanaan usaha kegiatan jasa penunjang Bandar udara dapat dilaksanakan  oleh :
  • Unit pelaksana teknis/satuan kerja Bandar udara, pada Bandar udara yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/kota.
  • unit pelaksana dari badan usaha kebandarudaraan, pada Bandar udara yang diselenggarakan oleh badan Usaha kebandarudaraan; atau
  • Badan hukum Indonesia atau perorangan.
Dalam rangka penanaman modal asing, untuk berusaha dibidang  usaha kegiatan penunjang Bandar udara dipersyaratkan berpatungan dengan Badan Hukum Indonesia.
>> Penyelenggara Bandar Udara Internasional :
Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebandarudaraan  Nasional, jumlah Bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara Internasional  di Indonesia terdapat 27 Bandar  Udara.

Bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri ditetapkan berdasarkan pertimbangan beberapa aspek sebagai berikut :
  • Potensi permintaan penumpang angkutan udara;
  • Potensi kondisi geografis ;
  • Potensi kondisi pariwisata ;
  • Potensi kondisi ekonomi ;
  • Aksesibilitas dengan bandar udara internasional disekitarnya, dan ketentuan intra antar moda.
KEBIJAKAN PENTARIFAN
>> PengaturanTarif di Bidang Angkutan Udara :

Pelayanan jasa angkutan udara harus memperhatikan keselamatan, keamanan, kecepatan, kelancaran, ketertiban, keteraturan dan efisiensi dengan biaya yang wajar serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.”
Masyarakat Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk menikmati jasa pelayanan angkutan udara dengan tarif yang dapat terjangkau dan tetap memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan penerbangan.
>> PengaturanTarif Angkutan Udara Dalam Negeri :
Kebijakan pengaturan tarif angkutan udara dalam negeri mengacu pada hal-hal sebagai berikut :
1.          Pelayanan jasa angkutan udara mengacu pada standard internasional yang dikeluarkan oleh ICAO.
2.          Dalam penetapan struktur dan golongan tarif angkutan udara niaga dalam negeri, pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat dan penyelenggara angkutan udara niaga.
3.           Struktur tarif dibedakan atas struktur tarif pelayanan ekonomi dan struktur tarif pelayanan non ekonomi. Untuk struktur tarif pelayanan ekonomi terdiri atas tarif dasar dan tarif jarak sedangkan untuk struktur tarif pelayanan non ekonomi terdiri atas tarif pelayanan ekonomi dan tarif pelayanan tambahan
4.         Golongan tarif penumpang angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri dikategorikan menjadi tarif pelayanan ekonomi dan tarif pelayanan non ekonomi
5.          Pemerintah menetapkan standard minimum pelayanan jasa angkutan udara.
6.          Masing-masing jenis pelayanan memiliki persyaratan minimum dan dapat dikembangkan oleh masing-masing penyedia jasa.
7.          Jenis tarif dibedakan berdasarkan segmen pasar yaitu :
v         penumpang dan atau kargo angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri
v   tarif penumpang dan atau kargo angkutan udara niaga perintis
8.          Tarif angkutan udara dalam negeri kelas ekonomi batas atas ditetapkan oleh Pemerintah yang berorientasi pada kepentingan dan kemampuan masyarakat.
9.          Tarif angkutan udara dalam negeri kelas non ekonomi diserahkan kepada mekanisme pasar dan berorientasi pada kelangsungan dan pengembangan usaha angkutan.
10.     Tarif kargo diserahkan pada mekanisme pasar.
Dengan berpedoman pada struktur dan golongan tarif tersebut penyelenggara angkutan udara niaga menetapkan tarif yang berorientasi kepada kelangsungan dan pengembangan usaha angkutan udara dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.
>> PengaturanTarif Angkutan Udara Perintis :
Kebijakan pengaturan tarif angkutan udara perintis mengacu pada hal-hal sebagai berikut :
1.          Daya beli masyarakat daerah setempat;
2.          Biaya operasional  pesawat udara yang digunakan untuk menerbangi rute perintis;
3.          Kriteria penetapan rute perintis, baik yang merupakan rute perintis yang bersifat membuka isolasi daerah terpencil dan pedalaman atau rute perintis yang bersifat merangsang pertumbuhan/ perkembangan ekonomi, daerah setempat, diharapkan dapat segera menjadi komersial.
4.          Rute penerbangan yang mempunyai potensi menjadi rute penerbangan komersial, secara bertahap dinaikkan supaya pada saat menjadi rute komersial kenaikkan tarifnya tidak membebani masyarakat pengguna jasa angkutan udara. Besaran kenaikan tarif dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan besaran tarif batas atas penumpang angkutan udara niaga berjadwal kelas.
>>PengaturanTarif Angkutan Udara Luar Negeri :
Dalam hal pengaturan tentang prosedur berlakunya tarif angkutan udara internasional bilateral, hampir semua perjanjian angkutan udara bilateral Indonesia menggunakan sistem “double approval” yaitu suatu tarif yang diajukan oleh kedua perusahaan angkutan udara yang ditunjuk hanya dapat diberlakukan apabila telah disetujui oleh kedua Pemerintah. Namun demikian, Pemerintah secara bertahap dan selektif akan menerapkan sistem ”double dis-approval”.
Dengan tetap dimungkinkan Pemerintah campur tangan dalam pengaturan tarif guna  :
Mencegah penetapan tarif yang tidak wajar dan bersifat diskriminatif atau tindakan-tindakan yang diskriminasi;
1.          Mencegah penetapan tarif yang tidak wajar dan bersifat diskriminatif atau tindakan-tindakan yang diskriminasi;
2.          Melindungi konsumen dari pengenaan tarif tinggi yang tidak wajar karena memegang posisi dominan pada suatu pasar.
3.          Melindungi perusahaan penerbangan dari penetapan tarif yang rendah oleh perusahaan penerbangan lainnya karena subsidi langsung atau tidak langsung dari Pemerintah.
>> Pengaturan Tarif di Bidang Jasa Kebandar Udaraan :
1.          Tarif  pelayanan jasa kebandarudaraan di bandar udara  umum ditetapkan berdasarkan pada struktur  dan golongan tarif  serta dengan memperhatikan :
  • Kepentingan pelayanan umum ;
  • Peningkatan mutu pelayanan jasa ;
  • Kepentingan pemakai jasa ;
  • Penigkatan kelayakan pelayanan ;
  • Pengaturan biaya ; dan
  • Pengembangan Usaha.
2.         Penetapan tarif pelayanan jasa kebandarudaraan :
  • Besaran tarif pelayanan jasa kebandarudaraan pada bandar udara umum yang diselenggarakan oleh pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
  • Besaran tarif pelayanan jasa kebandarudaraan pada Bandar udara umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah Propinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
  • Besaran tarif jasa kebandarudaraan pada Bandar udara umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan  Daerah.
  • Besaran tarif jasa kebandarudaraan pada Bandar udara umum yang diusahakan ditetapkan oleh Direksi Badan Usaha Kebandarudaraan  setelah dikonsultasikan dengan menteri Perhubungan.


1 komentar:

  1. Salam kenal, jika teman2 ada yang membutuhkan jasa transportasi udara dapat menghubungi kami melalui www.megakembang.co.id

    BalasHapus